Skandal Revitalisasi Sekolah di Takalar: Dana Miliaran, Bangunan ‘Rapuh’? BARAK Geruduk Kejati Sulsel!

News22 Dilihat

TAKALAR/KABAR21– Proyek revitalisasi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 09 Takalar kini menjadi sorotan tajam dan berpotensi menjadi “bom waktu” yang mengancam keselamatan. Barisan Aktivis Mahasiswa Pergerakan (BARAK) secara resmi melayangkan laporan pengaduan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) pada Senin (29/09), menuding adanya dugaan pelanggaran serius dalam pengerjaan proyek tersebut.

Proyek yang berlokasi strategis di Jl. Poros Pabrik Gula Takalar, Desa Pa’rappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara ini diduga keras tidak dikerjakan sesuai standar teknis konstruksi yang berlaku. BARAK menemukan indikasi penggunaan material berkualitas rendah yang sangat mengkhawatirkan. “Kami mendapati batu bata bermutu rendah, besi hollow yang ketebalannya hanya 0,25 mm, pengecoran beton yang tidak padat, hingga penggunaan kusen kayu dengan serat muda yang dipastikan tidak akan tahan lama,” ungkap perwakilan BARAK dalam laporannya. Kondisi ini bukan hanya berpotensi menurunkan kualitas bangunan, tetapi juga sangat membahayakan keselamatan ribuan siswa dan guru yang akan menggunakannya.

BARAK menegaskan bahwa penyimpangan spesifikasi material ini adalah pelanggaran serius terhadap sejumlah regulasi vital, termasuk UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 16 Tahun 2021 tentang pelaksanaan UU Bangunan Gedung, serta aturan teknis Kementerian PUPR dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur mutu dan kelayakan material konstruksi.

Melalui laporan ini, BARAK mendesak Kejati Sulsel untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh. Mereka meminta agar pihak penyedia jasa, pengawas proyek, hingga instansi terkait diperiksa secara transparan. “Apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum, sanksi tegas harus segera diberikan demi mencegah kerugian negara dan masyarakat yang lebih besar,” tegas BARAK.

Disparitas Kualitas Material dan Anggaran yang Mencurigakan

Yang lebih mencengangkan, hasil temuan di lapangan juga menunjukkan adanya perbedaan kualitas material yang mencolok antarjenjang sekolah, meskipun sama-sama berada di bawah program Revitalisasi Satuan Pendidikan Kemendikbudristek. Pada proyek SMA dan SMK, BARAK menemukan penggunaan besi berdiameter 13 mm dengan ulir penuh berstandar SNI yang jelas lebih kuat. Namun, untuk pembangunan ruang kelas baru di sejumlah SD, seperti SDI 20 Tana-Tana di Takalar, justru dipasang besi berdiameter 12 mm polos tanpa ulir.

“Perbedaan mutu material ini makin kontras jika dibandingkan dengan besaran anggaran yang diterima,” kata BARAK. Beberapa sekolah menerima alokasi dana lebih dari Rp 1 miliar, sementara yang lain lebih kecil, menimbulkan pertanyaan besar tentang asas keadilan dan pemerataan dalam penggunaan dana APBN/APBD.

BARAK menyoroti beberapa dugaan pelanggaran kunci:

– Pelanggaran Standar Teknis Konstruksi: Penggunaan besi 12 mm polos pada proyek SD tidak sesuai SNI, mengabaikan kekuatan dan keselamatan bangunan.

– Pelanggaran Prinsip Kesetaraan Anggaran: Disparitas kualitas material antar sekolah yang didanai program serupa mengindikasikan ketidakadilan.

– Pelanggaran Tata Kelola Proyek: Dugaan kelalaian pengawasan dan penyimpangan pelaksanaan proyek bisa masuk kategori maladministrasi atau indikasi penyalahgunaan anggaran.

– Potensi Pelanggaran Hukum Pengadaan: Ketidakpatuhan terhadap Permen PUPR, UU Jasa Konstruksi, dan Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menguatkan dugaan adanya pengurangan spesifikasi material demi keuntungan pribadi.

“Laporan ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap kualitas pendidikan di Sulawesi Selatan. Sarana dan prasarana sekolah harus dibangun dengan standar yang layak agar tidak membahayakan siswa dan guru di masa depan,” pungkas BARAK, berharap Kejati Sulsel segera menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku demi masa depan pendidikan yang lebih baik.